Langsung ke konten utama

Terjajah oleh uang asing

Kawan, di pembahasan kemarin pernah saya singgung tentang koin perak belanda yang memandekkan koin nusantara di berbagai daerah. Uang nusantara yang dahulu masih bisa dipakai di berbagai daerah harus bertekuk lutut dengan uang asing yang kalau boleh jujur lebih cantik dan bernilai dibanding milik kita sendiri.

Pada dasarnya, yang menjadikan koin menjadi bernilai kala itu adalah melihat bahan dasarnya. Nilai intrinsik menjadi acuan kala bertransaksi, sehingga hal itu yang mendorong para pedagang dari luar negeri mau berdagang ke nusantara. Karena uang mereka masih bisa digunakan asal bahan koinnya bernilai seperti emas atau perak. Dan nilai tukar jaman dulu sudah ada tetapi masih sederhana. 30 keping koin perak bila ditukar akan mendapat satu keping koin emas. Satu keping koin perak akan setara dengan 30 keping koin dari tembaga atau 60 keping koin timah.

Sayangnya tak semua tempat di nusantara memiliki cadangan emas maupun perak, jadi mau tak mau mereka menggunakan uang asing sebagai alat pembayaran. Hal itulah yang dialami oleh kita. Memang kita memiliki sumber daya alam yang berlimpah, namun tak semua mampu mengolah secara maksimal.

Hal itu yang digunakan oleh para "pemburu kejayaan" dari tanah seberang memanfaatkan pengaruh "keping mulia" untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka. 3g (gold, gospel, glory) menjadi motor penggerak mereka untuk mengokohkan posisi mereka sebagai penguasa komoditas yang dimiliki daerah tersebut. Atau bahasa kekiniannya adalah menjadi "market leader" di daerah tersebut.

Mulai dari kawasan groote oost (timur besar) meliputi sulawesi, bali, nusa tenggara, maluku, dan papua yang kaya rempah dan sumberdaya. Sumatera yang kaya dengan tanah yang subur dan posisinya yang strategis untuk lalu lintas perniagaan. Dan jawa yang menjadi pusat administrasi dari barat hingga timur.

Jujur mungkin bila kita tidak dijajah mungkin kita tidak akan mengalami percepatan perencanaan tata kota dan industri yang berjalan begitu pesat hingga saat ini. Dan mungkin sistem perekonomian di nusantara tidak tertutup seperti yang dialami para pendahulu kita. Akan tetapi, alangkah baiknya bila kita juga tidak pernah dijajah oleh para penjajah.

Bayangkan, dengan uang dari mereka bisa menjadi pemersatu wilayah di nusantara, tetapi uang juga menjadi salah satu alat pemecahan bela kesatuan dalam berjuang. Kilau uang emas perak membuat rasa persaudaraan harus sirna sebagaimana kasus di aceh dimana para pejabatnya membelot sultan aceh. Keping uang yang membuat perjuangan pangeran diponegoro harus kandas oleh penghianatan, dan banyak contoh akan tajamnya uang. Sejatinya uang tak memikirkan niat untuk menghancurkan, akan tetapi niat dari tiap insanlah yang menjadikan sekeping uang menjadi berbahaya. [Ky. H]

Komentar